Jatuh cinta tak pernah sesakit ini.
Saat itu aku menemukannya sedang tersesat dalam kegundahannya. Ingin pindah tapi takut tak akan senyaman sebelumnya. Semesta memberikan perkenalan yang mungkin sekarang menjadi sia-sia. Dulu, semesta bersama kami. Aku mengenalnya sesosok lelaki yang berbeda. Mungkin awal perkenalan selalu mengatakan, dia beda. Perkenalan yang tak sengaja dan menyenangkan. Di sampingnya aku merasa tenang, di sampingnya aku merasa, mungkinkah dia untukku?
Aku merasa dia adalah lelaki yang akan menyelamatkanku dari kelamnya masa lalu. Dan aku juga merasa, mungkin aku bisa menyembuhkannya dari kesakitannya.
Ternyata tidak. Aku hanya berhasil membuatnya tersenyum, membuatnya tidak terlalu hidup dalam kesedihannya. Membuatnya melihat jalan di depan jauh lebih indah, dan berhenti melihat ke belakang yang sangat menyesakkan dadanya.
Tapi, lain hal dengan kesembuhan hatinya, ia menemukan yang lain. Entah karena tak nyaman atau mungkin hanya pantas dijadikan sahabat.
Entahlah.
Dia menemukannya, perempuan yang duduk menyendiri bermain dengan sepinya. Entah apa yang ia sukai darinya. Apakah karena ia juga menyukai sepi?
Aku tak tahu.
Ia tak pernah tahu akan usahaku untuk menyembuhkannya. Ia tak pernah tahu bahwa aku menantinya sejak lama.
Tapi tak ada kata kejujuran, sudah tak ada niat untuk membuatnya kembali. Dia menemukan kebahagiaannya. Bukan aku, tentu. Aku tak ingin mengganggunya. Tapi aku akan bersinar seperti yang lalu, selalu ada seakan matahari. Apapun yang kau butuh, aku selalu ada untuk menjadi penyembuh.
Dan mungkin aku akan mencari penyembuh untuk diriku sendiri juga.
Cintailah dia dengan cinta yang kau miliki. Temukan kebahagiaan yang bukan sebenarnya fana. Dan berjanjilah untuk selalu bahagia, sesedih apapun yang akan kau alami.
Dari aku, yang sekarang mengagumimu dari jauh.
Minggu, 23 Februari 2014
Sabtu, 08 Februari 2014
tentang seseorang.
Setelah sekian lama akhirnya mendapatkan keputusan hati ingin pindah. Tentang seseorang yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya. Seseorang yang mengajarkanku sebuah arti, kesetiaan tak hanya sebuah omongan. Mengajarkanku sebuah ketulusan. Mengajarkanku untuk lebih bersabar. Tentu dengan menunggunya. Proses yang tak singkat seperti yang lalu.
Tentang seseorang yang entah sampai kapan aku tahan untuk menunggunya. Rasanya tak mudah melihatnya hidup dalam kesakitan. Aku bisa saja menjelma kebahagiaan untuknya, tapi mungkin ia tak akan menemukanku. Ia akan terus menutup mata. Hatinya.
Ia bisa pergi dan pindah sesukanya, tapi itu tak semudah melakukannya. Ia seseorang yang mungkin sulit jatuh kepada hati yang baru. Ia mencintai kesetiaan yang tak ia sadari menjadi pembunuhnya suatu hari nanti. Aku tak pernah membayangkan ia mati, dan aku tak bisa melakukan apa-apa.
Coba saja kau buka mata. Hatimu.
Tentang seseorang yang ingin kuselamatkan dari kesakitannya. Ia terlalu mencintai kesakitannya. Katanya, setia adalah bagian dari dirinya. Kau tentu boleh setia, tapi kekasihmu berharap pindah ke hati yang baru. Maka ia menyiksamu dengan kesetiaanmu. Kataku.
Sudahku bilang, buka matamu. Kau terlalu lama menutup mata, sampai kau buta akan kesakitan ini.
Untuk apa kau mencintai jika itu hanya sebuah kesakitan?
Kesedihanku, melihatmu buta.
Bukankah mata diciptakan untuk melihat kebahagiaan?
Mungkin suatu hari nanti, saat kau benar-benar lelah, aku akan menjemputmu dengan tangan yang melebar. Pelukanku menjadi penjemput kebahagiaanmu
Tentang seseorang yang mempunyai ketulusan, aku menaruh hati. Tak pernah mendengar keluhannya akan sesuatu. Sedia untuk membantu tanpa pamrih. Katanya, membantu sesama adalah bagian darinya. Kadang aku berfikir, Tuhan tak adil, menciptakan seseorang yang sesempurna ini. Bukan rupanya, tapi hatinya.
Tentang seorang yang mengajarkanku kesabaran untuk menanti. Terlalu banyak yang menyuruhku pindah lagi. Mereka tak berfikir kalau saja hatiku masih berantakan, dan terlalu berat untuk mengangkut dan kembali mencari-cari.
Pernah dalam sekali ku menangis dan mereka bertanya, hanya karena dia kau menangis?
Aku menangis yang tak seberapa pedih melihat kesakitannya. Yang membuatku lebih sedih adalah ketika mereka menganggap dia tak berarti. Dia biasa saja. Percayalah, teman, suatu hari kau akan menemukan orang yang seperti dia. Dan berkata, dia berarti bagiku.
Tak semua yang kau anggap tidak berarti, berarti tidak berarti untuk orang lain.
Terlalu sederhana keinginanku, menyembuhkannya. Membuang kesakitannya. Aku bertahan karena ia pantas untuk diperjuangkan. Entah sudah berapa kali mereka menyuruhku untuk pindah. Tapi, aku masih ingin membuatnya sembuh.
Orang baik pantas untuk diperjuangkan. Karena ia mungkjn masa depanmu. Orang baik untuk orang baik. Selalu percaya akan, ada orang tepat di waktu yang tepat.
Tentang seseorang yang selalu melekat di pikiran. Paling tidak, aku ingin melihatnya mengerti bahwa cinta bukan hanya soal kesetiaan. Tapi cinta adalah kebahagiaan, bukan kesakitan hingga menyiksa diri sendiri.
Aku, kebahagiaan yang ingin menyelamatkanmu. Jika saja kau (bisa) membuka mata. Hatimu.
Tentang seseorang yang entah sampai kapan aku tahan untuk menunggunya. Rasanya tak mudah melihatnya hidup dalam kesakitan. Aku bisa saja menjelma kebahagiaan untuknya, tapi mungkin ia tak akan menemukanku. Ia akan terus menutup mata. Hatinya.
Ia bisa pergi dan pindah sesukanya, tapi itu tak semudah melakukannya. Ia seseorang yang mungkin sulit jatuh kepada hati yang baru. Ia mencintai kesetiaan yang tak ia sadari menjadi pembunuhnya suatu hari nanti. Aku tak pernah membayangkan ia mati, dan aku tak bisa melakukan apa-apa.
Coba saja kau buka mata. Hatimu.
Tentang seseorang yang ingin kuselamatkan dari kesakitannya. Ia terlalu mencintai kesakitannya. Katanya, setia adalah bagian dari dirinya. Kau tentu boleh setia, tapi kekasihmu berharap pindah ke hati yang baru. Maka ia menyiksamu dengan kesetiaanmu. Kataku.
Sudahku bilang, buka matamu. Kau terlalu lama menutup mata, sampai kau buta akan kesakitan ini.
Untuk apa kau mencintai jika itu hanya sebuah kesakitan?
Kesedihanku, melihatmu buta.
Bukankah mata diciptakan untuk melihat kebahagiaan?
Mungkin suatu hari nanti, saat kau benar-benar lelah, aku akan menjemputmu dengan tangan yang melebar. Pelukanku menjadi penjemput kebahagiaanmu
Tentang seseorang yang mempunyai ketulusan, aku menaruh hati. Tak pernah mendengar keluhannya akan sesuatu. Sedia untuk membantu tanpa pamrih. Katanya, membantu sesama adalah bagian darinya. Kadang aku berfikir, Tuhan tak adil, menciptakan seseorang yang sesempurna ini. Bukan rupanya, tapi hatinya.
Tentang seorang yang mengajarkanku kesabaran untuk menanti. Terlalu banyak yang menyuruhku pindah lagi. Mereka tak berfikir kalau saja hatiku masih berantakan, dan terlalu berat untuk mengangkut dan kembali mencari-cari.
Pernah dalam sekali ku menangis dan mereka bertanya, hanya karena dia kau menangis?
Aku menangis yang tak seberapa pedih melihat kesakitannya. Yang membuatku lebih sedih adalah ketika mereka menganggap dia tak berarti. Dia biasa saja. Percayalah, teman, suatu hari kau akan menemukan orang yang seperti dia. Dan berkata, dia berarti bagiku.
Tak semua yang kau anggap tidak berarti, berarti tidak berarti untuk orang lain.
Terlalu sederhana keinginanku, menyembuhkannya. Membuang kesakitannya. Aku bertahan karena ia pantas untuk diperjuangkan. Entah sudah berapa kali mereka menyuruhku untuk pindah. Tapi, aku masih ingin membuatnya sembuh.
Orang baik pantas untuk diperjuangkan. Karena ia mungkjn masa depanmu. Orang baik untuk orang baik. Selalu percaya akan, ada orang tepat di waktu yang tepat.
Tentang seseorang yang selalu melekat di pikiran. Paling tidak, aku ingin melihatnya mengerti bahwa cinta bukan hanya soal kesetiaan. Tapi cinta adalah kebahagiaan, bukan kesakitan hingga menyiksa diri sendiri.
Aku, kebahagiaan yang ingin menyelamatkanmu. Jika saja kau (bisa) membuka mata. Hatimu.
Langganan:
Komentar (Atom)