Sabtu, 07 November 2015

semuanya baik-baik saja. seharusnya.


Semuanya baik-baik saja saat itu. Tak seharusnya saya bercerita tentangnya dahulu. Bercerita tentang perasaan saya yang saya simpan sampai saat ini. mungkin semuanya masih baik-baik saja.
Semuanya baik-baik saja, saat yang saya rindukan masalalu saya yang tak mungkin hidup kembali. Semuanya baik-baik saja, saat ia yang membuatnya berantakan hanya dengan pesan teks yang ia kirimkan, “karena saya suka kamu, tolong jangan hindari saya.”
Mungkin itu semua karena kekosongan hatinya, lalu mencoba merayuku.
Semuanya baik-baik saja, saat ia yang membuat semuanya berantakan dengan hanya ajakannya untuk menemaninya yang baru kusadari ia mencuri waktuku untuk berdua dengannya,
Semuanya baik-baik saja, saat ia tak membuat harapan untukku.
Sejujurnya, semuanya akan baik-baik saja, saat omongannya bukan sekedar omongan. Saya butuh aksi.
Semuanya akan baik-baik saja, saat ia tak perlu malu untuk mendekatiku. Tak perlu meragu akan perasaanku.
Semuanya baik-baik saja, saat ia menghubungiku terlebih dahulu, mencari kabar tak hanya melalui dari temanku, tapi dengan mengirim pesan atau telepon.
Tapi semuanya tak pernah baik-baik saja, saat kau bertemu dengan orang yang persis dengan dirimu. Seperti berkaca dan menyadari, kamulah aku, akulah kamu.
Semuanya tak pernah baik-baik saja, saat kau sadar apa yang harus kau lakukan.
Aku sadar kembali, jika kau benar mencintaiku dengan serius kau akan berusaha.
Dan saya merasa, kau tak pernah serius dengan harapanmu.
Bukan maksudku untuk menghilang dan menyakitimu, tetapi inilah hasil yang kau inginkan.
Hal yang tak pernah kau anggap serius.
Berbahagialah, saya.
Amin.

beribu

Halo.
Beberapa bulan yang lalu, beberapa ratus hari yang lalu, beberapa ribu jam yang lalu kebahagiaan datang bertubi-tubi menghampiriku.
Setelah pertemuan dengan dua orang yang menginspirasiku sejak sekolah, ia muncul lagi. Menawariku untuk hidup bersama. Berproses bersama. Berkomitmen.
Beberapa bulan kulewati dengannya. Perjalanan tak begitu mulus. Setiap hubungan yang kujalani memberiku pelajaran tersendiri. Setiap hubungan tak pernah berjalan lurus begitu saja. Selalu ada badai yang menghampiri. Entah itu badai kecil atau besar.
Saat itu, aku tak boleh untuk menyerah dan mengulangi kesalahan yang lalu.
Badai satu persatu datang, dan aku semakin kuat.
Percayalah, badai itu membuat hubungan semakin kuat.
Seharusnya.
Iya, hubungan semakin kuat jika keduanya saling usaha mempertahankan.
Badai meghampiri seminggu, dua minggu bahkan berbulan-bulan. Hubungan kami seumur jagung, 7 bulan, kami masih kuat.
Tepatnya 8 bulan, kami harus memilih untuk berpisah.
Pada akhirnya, seseorang yang kuat akan merasa lelah jikalau ia berjuang sendirian.
Umurku 20 tahun, dan selama menjalani hubungan seperti ini kuanggap serius.
Dia juga.
Ia berbeda denganku 4 tahun.
Cukup dewasa.
Harusnya.
Banyak pelajaran hidup yang kudapatkan darinya.
Tentang seorang malaikat berwujud iblis.
Aku jatuh hati padanya.
Dan ketika semuanya harus berakhir, semoga  kita akan baik-baik saja.
Namun yang perlu kau tahu, tak ada hati yang baik-baik saja saat ditinggalkan begitu saja.