Semuanya baik-baik saja saat itu. Tak seharusnya saya
bercerita tentangnya dahulu. Bercerita tentang perasaan saya yang saya simpan
sampai saat ini. mungkin semuanya masih baik-baik saja.
Semuanya baik-baik saja, saat yang saya rindukan masalalu
saya yang tak mungkin hidup kembali. Semuanya baik-baik saja, saat ia yang
membuatnya berantakan hanya dengan pesan teks yang ia kirimkan, “karena saya
suka kamu, tolong jangan hindari saya.”
Mungkin itu semua karena kekosongan hatinya, lalu mencoba
merayuku.
Semuanya baik-baik saja, saat ia yang membuat semuanya
berantakan dengan hanya ajakannya untuk menemaninya yang baru kusadari ia
mencuri waktuku untuk berdua dengannya,
Semuanya baik-baik saja, saat ia tak membuat harapan
untukku.
Sejujurnya, semuanya akan baik-baik saja, saat omongannya
bukan sekedar omongan. Saya butuh aksi.
Semuanya akan baik-baik saja, saat ia tak perlu malu untuk
mendekatiku. Tak perlu meragu akan perasaanku.
Semuanya baik-baik saja, saat ia menghubungiku terlebih
dahulu, mencari kabar tak hanya melalui dari temanku, tapi dengan mengirim
pesan atau telepon.
Tapi semuanya tak pernah baik-baik saja, saat kau bertemu
dengan orang yang persis dengan dirimu. Seperti berkaca dan menyadari, kamulah
aku, akulah kamu.
Semuanya tak pernah baik-baik saja, saat kau sadar apa yang
harus kau lakukan.
Aku sadar kembali, jika kau benar mencintaiku dengan serius
kau akan berusaha.
Dan saya merasa, kau tak pernah serius dengan harapanmu.
Bukan maksudku untuk menghilang dan menyakitimu, tetapi
inilah hasil yang kau inginkan.
Hal yang tak pernah kau anggap serius.
Berbahagialah, saya.
Amin.