Disinilah kita berada di teras rumah duduk berdua, menikmati
hujan. Layar laptop masih menyala, dan tidak terpakai. Ya, aku dan dia menyukai
hujan. Malam ini hujan sangat terlihat bersemangat. Hujan teramat deras dan
angin yang cukup membuat takut. Tapi kita tetap duduk berdua di teras. Kita
yang awalnya tertawa, bercanda tiada habisnya, akhirnya terdiam. Aku diam. Aku
cemburu. Dia baru saja membuatku kecewa, membuatku cemburu. Aku hanya diam.
Dia tersenyum dan mencoba mengajakku bicara. Dia menggodaku,
membuat lelucon lagi. Katanya, “ciee pacarku cemburu. Baru kali ini lihat pacar
cemburu dan marah. Hahaha.”
Aku masih diam. Tak dipungkiri aku tertawa dalam hati. Tapi
masih terasa sakitnya. Kecewa, cemburu, ingin menangis.
“iya, sayang. Maaf. Iya, saya yang salah. Jangan marah lagi,
ya?” dia membujukku.
Aku masih terdiam dan terlihat seperti anak kecil. Dan
bersikap tak acuh.
Dia melepaskan kemejanya dan memberikannya kepadaku, “ini
dipakai. Dingin, sayang.”
Aku tersenyum dan menahan tangis, lalu mengembalikannya.
“nggak. Mending kasih mantanmu itu.”
“lebih penting kamu. Kamu pacarku. Ini, kalau mau saya
delete contactnya. Jangan marah lagi, sayang. Pakai ini. Dingin.”
Aku tertunduk dan air mata keluar dari mataku. Tak sadar
kepalaku menunduk di pangkuannya. Dia menciumi rambutku tak terhitung
jumlahnya. Dia lalu membuat lelucon yang membuatku sedikit tertawa. Dia kembali
meyakinkanku. “katanya mau serius? Ayo, jangan marah lagi.” Lagi-lagi dia
membujukku.
Iya, aku dan dia ingin serius. Bukan hanya pacaran yang
sekedar berpacaran dan main-main. Semoga saja dia yang terakhir, aku yang
terakhir untuknya. Semoga Tuhan merestui kami.
Aku terbangun dan menyeka air mata. Lalu kembali mencubit
perutnya. Dia memegang kedua pipiku, mencubitnya, dan sesekali mencium kening, rambut,
pipi, dan bawah hidung. Dia membuatku hidup lagi, dia meyakinkanku, dia..
entahlah, susah untukku mengungkapkannya. Satu yang pasti, aku sangat
menyayanginya.
Aku teringat perkataannya dahulu, “aku nggak peduli orang
mau bilang saya alay, atau apalah. Yang penting aku sayang kamu.”
Ya, aku juga, sayang.
Kepada kamu yang menyita semua pikiranku, aku sangat
mencintaimu. Teruslah mencoba mempertahankan kita, selalu ingat tujuan kita,
cita-cita kita. Kamu yang selalu membuatku tertawa, selalu ada, selalu rela
apapun untukku, aku sangat berterimakasih. Bahkan untuk membalasnya aku tak
bisa. Hanya perasaan dan kasih sayang tak terhingga yang bisa ku berikan.
Teruslah disana untukku, selalu menjemputku dengan senyuman,
karena aku akan disini untukmu, disampingmu. Itu janjiku.
Love you, MIL.