Sabtu, 19 Januari 2013

hujan di teras rumah


Disinilah kita berada di teras rumah duduk berdua, menikmati hujan. Layar laptop masih menyala, dan tidak terpakai. Ya, aku dan dia menyukai hujan. Malam ini hujan sangat terlihat bersemangat. Hujan teramat deras dan angin yang cukup membuat takut. Tapi kita tetap duduk berdua di teras. Kita yang awalnya tertawa, bercanda tiada habisnya, akhirnya terdiam. Aku diam. Aku cemburu. Dia baru saja membuatku kecewa, membuatku cemburu. Aku hanya diam.
Dia tersenyum dan mencoba mengajakku bicara. Dia menggodaku, membuat lelucon lagi. Katanya, “ciee pacarku cemburu. Baru kali ini lihat pacar cemburu dan marah. Hahaha.”
Aku masih diam. Tak dipungkiri aku tertawa dalam hati. Tapi masih terasa sakitnya. Kecewa, cemburu, ingin menangis.
“iya, sayang. Maaf. Iya, saya yang salah. Jangan marah lagi, ya?” dia membujukku.
Aku masih terdiam dan terlihat seperti anak kecil. Dan bersikap tak acuh.
Dia melepaskan kemejanya dan memberikannya kepadaku, “ini dipakai. Dingin, sayang.”
Aku tersenyum dan menahan tangis, lalu mengembalikannya. “nggak. Mending kasih mantanmu itu.”
“lebih penting kamu. Kamu pacarku. Ini, kalau mau saya delete contactnya. Jangan marah lagi, sayang. Pakai ini. Dingin.”
Aku tertunduk dan air mata keluar dari mataku. Tak sadar kepalaku menunduk di pangkuannya. Dia menciumi rambutku tak terhitung jumlahnya. Dia lalu membuat lelucon yang membuatku sedikit tertawa. Dia kembali meyakinkanku. “katanya mau serius? Ayo, jangan marah lagi.” Lagi-lagi dia membujukku.
Iya, aku dan dia ingin serius. Bukan hanya pacaran yang sekedar berpacaran dan main-main. Semoga saja dia yang terakhir, aku yang terakhir untuknya. Semoga Tuhan merestui kami.
Aku terbangun dan menyeka air mata. Lalu kembali mencubit perutnya. Dia memegang kedua pipiku, mencubitnya, dan sesekali mencium kening, rambut, pipi, dan bawah hidung. Dia membuatku hidup lagi, dia meyakinkanku, dia.. entahlah, susah untukku mengungkapkannya. Satu yang pasti, aku sangat menyayanginya.
Aku teringat perkataannya dahulu, “aku nggak peduli orang mau bilang saya alay, atau apalah. Yang penting aku sayang kamu.”
Ya, aku juga, sayang.
Kepada kamu yang menyita semua pikiranku, aku sangat mencintaimu. Teruslah mencoba mempertahankan kita, selalu ingat tujuan kita, cita-cita kita. Kamu yang selalu membuatku tertawa, selalu ada, selalu rela apapun untukku, aku sangat berterimakasih. Bahkan untuk membalasnya aku tak bisa. Hanya perasaan dan kasih sayang tak terhingga yang bisa ku berikan.
Teruslah disana untukku, selalu menjemputku dengan senyuman, karena aku akan disini untukmu, disampingmu. Itu janjiku.
Love you, MIL.

Sabtu, 12 Januari 2013

hujan, pelangi, kita


Hujan, tanah basah dan kamu yang berada disampingku menikmati hujan.
Ah, aku tak menyangka hal ini ada dalam hidupku. Terlalu lama hidup di bayangan masa lalu yang merenggut semua harapanku, merenggut waktuku yang seharusnya lebih berguna.
Tidak. Aku tidak lagi hidup dibayangan masa lalu. Aku sudah menemukan kembali tujuan hidupku, mungkin jika Tuhan menghendaki, dia lah masa depanku.
Kami berdua dan beberapa orang sedang berteduh di depan ruko entah milik siapa. Hujan kali ini menyapa kita. Selamat datang hujan, terimakasih atasnya. Kataku sambil melihatnya yang sedang memperhatikan hujan.
“ini hanya hujan lewat.” Dia akhirnya membuka percakapan. Dia membuyarkan lamunanku.
“iya, ini hujan lewat, mungkin?” kataku.
Hujan masih menyapa diluar dan kami masih berada disini.
“tuh pelangi.” Katanya sambil melihat pelangi yang berada di tatapan mata kita secara sempurna.
“iya, pelangi. Kata teman, pelangi tidak boleh di tunjuk ya?”
“ah, itu hanya mitos.” Dia tersenyum melihat pelangi. Tidak sadar, kami melahap habis pelangi yang terpampang indah di hadapan kita bersama-sama.
Dia kembali menatapku, melihatku yang tersenyum melihat keajaiban Tuhan. Dia lalu tertawa kecil. mungkin aneh baginya atau aku yang terlihat aneh dan absurd?
Hujan agak mereda, kali ini hanya gerimis yang menyapa kita. Akhirnya kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pulang. Motor melaju perlahan dan gerimis ikut menemani kita. Lucu, aku sangat menyukai moment ini.
“aku suka hujan. Biasanya jadi inspirasi nulis.”
Dia mengacungkan jempol tangan kirinya dan tersenyum.
“kakak nggak suka hujan ya?”
“suka. Apalagi kalau dirumah sendirian. Wih, asyik.” Katanya lalu tertawa kecil.
“aku malah takut kalau hujan dan sendirian dirumah. Serem apalagi kalau malam. Pelangi juga. Aku suka hujan dan pelangi.”
“unyu gitu ya?” dia tertawa dan aku pun ikut tertawa. Ingin aku memeluknya tapi saat itu dia bukan milikku.
Keesokan harinya dia kembali kerumah. Menemaniku, dan status aku dan dia berubah menjadi “kita”. Dia sudah bertemu mamah dan 2 orang sahabatku. Dan dia bertahan hingga larut malam. Tak ku sangka hujan menyapa kita lagi. Dia terlihat bahagia. “yes! Hujan! Nggak jadi pulang. Yes! Menginap di rumah pacar!” dia membuatku tertawa lagi.
Hujan masih menyapa dan kami duduk di teras rumah. Kaki aku turunkan ke tanah basah dan dia ikut menurunkan, dan mengepak-ngepakkan kaki di tanah basah bersamaan. Hari ini aku dan dia kembali bersama hujan, dan tertawaan kita yang tidak ada habisnya. Terimakasih Tuhan engkau telah mempertemukan aku dengannya.
Aku ingat di saat malam minggu aku pernah berkata padanya, “Tuhan itu lucu. Kita satu sekolah dulu selama 2 tahun, tapi baru dipertemukan sekarang.” Aku tersenyum.
Dia mengerutkan kening.
“kakak mengerti arti dari Tuhan itu lucu? Tidak? Makanya jadi penulis! Hahaha.”
“apa harus jadi penulis dulu untuk mengerti Tuhan lucu?” katanya sambil tersenyum tipis.
Ya, dia memang mendukungku untuk menjadi penulis. Walaupun dia tak suka menulis, tapi dia tetap mendukungku untuk menulis.
“ceweknya seorang penulis, dan cowoknya fotografer.” Katanya sambil menatapku. Aku ikut tersenyum lalu berkata, “amien. Makanya cepat selesein kuliah, dapat kerja dan ya, kita akan menjadi selamanya.” Dia tersenyum tipis.
Semoga kisah kita tak cepat selesai, semoga kita langgeng sampai nanti saatnya kita bisa mengucapkan janji sehidup semati. Dia yang berharap aku untuk yang terakhir baginya. Dia serius denganku. Ya, aku akan mencoba menjaganya dan menjadikannya terakhir. Amien.
Terimakasih telah hadir di hidupku, semoga kamu dan aku akan tetap menjadi kita selamanya. Amien.
Well, i love you Mohammad Irfan Luthfi. :)

Bintang inspirasi


Di dalam kamar dengan berselimut tebal hingga menutupi seluruh tubuhku, aku menyalakan sebuah laptop.
Menyandarkan kepala ke dinding kamar dengan bantal, membuatku semakin nyaman dengan duniaku.
Membuka foto-foto lama dan berhenti pada satu titik. Memandangnya dengan diam. Dia yang begitu gagahnya dan juga seorang perempuan yang menyandarkan kepalanya di bahunya. Mereka berdua tersenyum, menampakkan sebuah kebahagiaan terlukis di wajah mereka.
Tak lama aku ikut tersenyum. dan tiba-tiba turun air mata yang tak ku mengerti apa maksudnya. Kenapa aku menangis? Tanyaku dalam hati.
Ya, itulah dia seseorang yang menjadi bintang inspirasiku yang sempat aku rekam dalam sebuah gambar bersama ibunya.
Saat itu pula aku berfikir; Tuhan, apakah dia orangnya yang engkau kirimkan untukku menggantikan yang lalu?
Tuhan, apakah itu dia yang engkau kirimkan untuk menjadi bintang inspirasiku? Untuk menemaniku dalam melewati rintangan mengejar impianku?
Ataukah dia hanya seseorang yang hanya menjadi angin lalu dalam hidupku saja?
Tuhan, aku jatuh cinta. Tapi, aku tidak mengatakan padanya. Apakah kalau aku katakan juga berdampak pada hidupku? Pada impianku?
Aku takut, aku semakin ragu, aku masih diam menatap foto ini. Benarkah yang aku lakukan ini?
Tidak, perasaan ini harusnya tidak ada. Perasaan ini mungkin penghancur segalanya. Aku memang pengecut, cemen atau apalah orang menyebutnya. Aku tetap dalam diam tanpa memberitahunya. Aku memilih mematikan laptop dan berusaha menutup mata berharap rasa ini akan mati. Setidaknya mimpiku akan menjadi nyata, cita-citaku menjadi nyata walau harus mematikan rasa. Ya, seharusnya begitu bukan? Tapi ternyata aku salah. Rasa itu belum mati. Bahkan di dalam alam mimpi aku takut kehilangannya. Pertanda apakah ini, Tuhan?
Apakah aku harus tetap begini, harus percaya hatiku untuk tetap menjadikannya bintang inspirasi, menjadikannya salah satu utama tujuan hidupku? Tuhan, engkau penuh teka-teki.
Atas nama rasa yang belum mati dalam diam, aku percaya hatiku, aku mencintainya. Aku tetap seperti ini memecahkan teka-teki Tuhan yang masih belum terjawab. Tuhan, apapun yang engkau kirimkan kepadaku, aku harap itu tidak akan menimbulkan rasa kecewa. Ini akan happy ending kan, Tuhan? Ya, aku tahu itu. Kuncinya adalah percaya hatimu yang membawamu ke dalam kebahagiaan. tapi ini sudah cukup lama dan belum terjawab.
Bintang inspirasiku, apakah yang engkau rasakan sekarang? Apakah hal itu sama terjadi padamu?
Dan dengan ini, aku masih dalam diam berharap rasa ini benar-benar segera mati.