Halo, selamat malam. Apa kabar tentang perasaan hari ini?
Sebuah tanya terucap dari salah satu teman, “apa kau benar
mencintainya?”
Aku hanya heran dan bertanya dalam hati, kenapa dia bertanya
seperti itu?
“maksudmu?”
“katakan saja sejujurnya. Mumpung dia berada di sini bersama
kita.”
Aku hanya saling tatap dengan lelaki di depanku, teman yang
selama aku berada di tempat ini diisukan menjalin hubungan.
“jadi, siapa yang akan mengatakan perasaan duluan?”
Kami masih saling tatap. Bingung.
“kau masih sendiri, kan?” tanyanya ke teman lelakiku itu.
“iya. Karena saya tak ingin menjalin hubungan dulu.”
Jawabnya.
“kalau kau?” tanyanya padaku.
“hmm.. iya. Tapi ini maksudnya apa kau ingin aku mengatakan
perasaan ke dia?”
“kau pernah cerita tentangnya padaku. Hey, kau tahu? Ken
bercerita saat dia ku antar kembali ke kampus setelah mencari tempat untuk
acara kita.”
“kau bohong! Aku tak pernah membahasnya. Aku membahas masa
laluku.”
“haha, dia bercerita kalau kau begitu memikatnya.”
Aku bingung. Seperti salah tingkah kata temanku. Aku benar
difitnah dengannya. Aku tak pernah membahas teman lelakiku ini.
“ah, aku tak habis pikir denganmu. Kenapa kau mencoba
memfitnahku.”
“perasaan yang dipendam itu tak enak, ken. Kau jangan jadi
munafik. Katakan, sebelum dia mempunyai perempuan lain.”
“kalau pun aku mengatakan perasaan juga tak mungkin, aku
memilih kembali dengan masa laluku saja.”
“masa lalu? Haha, ini hanyalah trikmu saja. Tak usah kau
pikirkan Ken.”
“tak usah kau pikirkan ucapan Ken. Cobalah kau yang
mengatakan perasaan, dia terlihat gengsi. Biasalah perempuan.”
Aku semakin tak memperhatikannya. Aku memilih memainkan
handphone. Aku tak peduli, dan juga aku tak begitu tahu apa yang mereka
perdebatkan lagi. Aku tenggelam dalam pembicaraan ini.
“sudahlah. Berhenti kau untuk menyuruh kami untuk menyatakan
perasaan. Kau tak tahu kami sebenarnya.”
Aku melebarkan tangan menunggu dia meraih tanganku dan
menepuknya. Dan aku pun pergi meninggalkan mereka.
Aku makin bingung dengan perasaan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar