Deburan ombak membawa kami ke tempat yang tak pernah
berharap kudatangi. Di tempat ini, sepasang kekasih memadu kasih. Melakukan hal
yang tak direstui Tuhan, karena mereka belum terikat sehidup semati. Tuhan
selalu mengutuk sepasang kekasih yang berbuat tak layak di dalam kegelapan.
Namun, kami tak berniat yang orang lain lakukan di tempat
ini. Kami hanya butuh tempat tenang dan nyaman, berbicara berdua. Menghabiskan
keluh kesah.
Pernahkah kau bertemu dengan seorang yang tak pernah kau
sadari keberadaanya ternyata berarti? Aku merasa berada di dalam novel yang aku
baca. Entah apalah judulnya. Aku benar-benar hidup di dalamnya.
Kami bercerita tentang kehidupan tanpa kepastian. Aku
menaruh harap sejak setahun lalu, dan ia tak menyadarinya. Aku terlalu lelah memendam,
dan kulepaskan saat salah satu teman menyadari ada hal yang aneh dariku.
Seandainya saat itu tak kulepaskan begitu saja.
Ia terlalu mudah untuk bercerita. Ia menyukaiku. Pada minggu
pertama kita saling bercakap via text.
Tak ada kabarnya beberapa minggu kemudian.
Lalu ia kembali muncul meminta perhatian. Dan aku makin tak
mengerti.
Dan ia kembali menghilang.
Sampai suatu hari aku bertemu dengannya di kampus. Dan ia
berusaha mendekatiku kembali. Aku tak ingin kecewa, aku belajar menghindar.
Aku sungguh ingin lupa.
-
Katanya, sunset di sini lebih indah. Bahkan sunrise pun.
Tempat ini kotor, dan jujur, ini pertama kalinya seseorang
yang menggantung perasaan berbulan-bulan mengajakku ke tempat ini.
Ia duduk di sampingku. Menatap jauh ke depan. Aku pun.
Kami mulai bercerita. Tentang hal yang membuatku tertekan
selama ini.
ia bercerita tentang segala harapannya. Harapan yang tak
ingin dia gapai. Karena menganggap semuanya tak akan pernah bisa berubah.
ia menjaga perasaanku, ia menjaga diriku.
“kau terlalu suci untukku. Seseorang yang pernah memilikimu
terlalu bodoh melepaskanmu. Aku menyukaimu, dan aku terlalu takut mengambil
resiko. Aku tak bisa melihatmu sakit. Aku tak terlalu tega membuat semuanya
kacau. Kau terlalu suci.”
Kami, bagaikan dua orang bodoh yang saling menyakiti.
Aku terlalu percaya, ia menjagaku. Kata hatiku selalu benar.
Aku tahu ia mencoba membuatku bahagia, dan tak tersentuh sakit olehnya.
Ia sungguh tak ingin menyakitiku.
Ia berjanji ingin menjagaku. Menjadi saudara jauh lebih
baik. Katanya.
Kata hatiku tak pernah setuju, kau tahu kau menyayanginya,
ia pun. Tapi kau tak bisa bersatu.
Bukankah itu saling menyakiti?
Ia bahkan ingin memendam perasaannya.
Aku berjanji untuk selalu ada. Aku berjanji untuk membawanya
ke awal.
Sebagai adik, bukankah aku harus membuatmu bahagia, kak?
Sebagai adik, aku ingin melihatmu lebih baik.
Sekotor apapun dirimu, aku tahu dirimu sebenarnya.
Kau malaikat tanpa sayap yang menjagaku. Terima kasih. Dan
aku mencintaimu tanpa henti.
Terhenti sampai aku menemukan lelaki yang lain, yang jauh
lebih baik dirimu.
Yang tak sekotor dirimu, katamu.
Yang bisa membawaku bahagia.
Yang lebih sempurna darimu.
Aku mencintaimu, malaikat. Sekotor apapun dirimu di masa
lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar