Jam sholat telah tiba.
Disini, di masjid sekolah ini aku duduk menanti sholat dimulai.
Di sekolahku memang mempunyai jam istirahat untuk sholat. Disini, aku berada di
saf paling pojok dan telah menggunakan mukenah. Melihat sekeliling mencoba
mencarinya.
Disini, di jam ini biasanya kulihat dia. Dia yang ku kagumi
sejak 3 tahun ini . iya, mungkin julukan
yang tepat untukku adalah menjadi secret admirer.
“kamu lagi ngapain? Ngelamun?” tiba-tiba suara teman
mengagetkan lamunanku.
“enggak, kok.” Aku membantah, lagi dan lagi.
Menjadi secret admirer itu kadang tidak selalu mudah. Kadang
menyenangkan, kadang sangat menyedihkan. Secret admirer hidupnya kadang juga
sering dipermudah. Selalu gampang untuk melihat wajahnya. Tetapi biasanya dia
sadar ketika sedang diperhatikan, dan secara refleks aku membalikkan badan.
Disini masih mencarinya. Ah, mungkin dia tidak masuk.
Mungkin dia terlambat untuk sholat. Mana aku tahu? Aku bukan siapa-siapa dia.
Ketika adzan sudah berkumandang dan aku berhenti melamun,
dia tiba-tiba sudah berada di depan sana. Mulai berkumpul bersama
teman-temannya yang lain. Dia terlihat begitu bersinar dan segar, terkena air
wudhu. Suatu kebahagiaan adalah melihatnya sholat dan menjadi imam.
Aku menjadi mukmin di belakang.
Keesokan harinya..
Aku kembali ke dalam musholla sekolah, menjalankan suatu
kewajiban kita semua, sholat.
Aku tidak melihatnya di musholla, entah kemana dia. Ku taruh
mukenah lalu keluar dan mengambil air wudhu.
Kebetulan saja aku akan mengambil air wudhu, aku melihatnya
sedang berwudhu.
Aku berwudhu.
Selesainya aku mengambil wudhu, aku pikir dia sudah berada
di masjid. Ternyata, salah. Kita berpapasan ketika akan berjalan ke dalam
musholla. Dia melihatku sambil tersenyum.
Aku membalas senyumannya itu. Dan ku biarkan dia memasuki musholla
duluan.
Ku pakai mukenah dan segeraku melaksanakan sholat. Mencoba
khusyuk dalam sholat.
Selesai sholat aku berdoa dan melepaskan mukenah lalu segera
keluar. Sebelumnya aku mencoba mencarinya di sekelilingku, di dalam musholla.
Ah, ia mungkin sudah kembali ke kelasnya, pikirku.
Lagi-lagi aku salah. Dia berada diluar musholla dan sedang mengenakan
sepatunya. Tak lama aku duduk sedikit agak jauh darinya dan memakai sepatuku.
Aku bebas melihatnya hari ini, Tuhan.
Tapi, tak lama seorang perempuan berambut panjang lurus yang
sengaja diikat setengah menghampirinya. Iya, itu adalah kekasihnya sejak tahun
pertama sekolah dimulai di angkatan kita.
Dan aku hanya bisa melihatnya yang sedang beradu pendapat
dengan kekasihnya itu. Perempuan itu terlihat sedang marah dengannya. Entah ada
apa di antara mereka. Perempuan beruntung itu mengerutkan keningnya,
membulatkan bibirnya tanda ia sedang kesal.
Sampai disinilah aku masih melihatnya dari jauh.
Memandanginya dari jauh, melihatnya selalu beradu pendapat dengan kekasihnya
itu. Apa kamu masih betah dengannya yang suka marah tidak jelas itu? Ah, apalah
aku mau-maunya bertanya soal ini?
Dan sampai sekarang aku masih ingat percakapan kita sewaktu
masih dalam satu organisasi.
Tunggu.. Kita? Hey, bangun! Aku bukan siapa-siapanya.
Dan kamu yang masih bersamanya. Sesungguhnya kamu sangat
beruntung memiikinya. Lelaki yang beriman, cerdas dan mandiri, apalagi yang
kamu ragukan? Jagalah dia. Biar ku kagumi dia dari jauh.
Dan dia masih beradu pendapat dengan kekasihnya itu, aku berdiri
dan berjalan menjauh darinya, kembali ke kelas untuk kembali mengikuti
pelajaran.
Sebutlah aku pengagum rahasia yang tidak berani menegur
sapamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar