Sebentar lagi natal akan tiba.
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepatnya. Sudah berapa
ratus hari yang sudah kita lewati, sayang?
Aku memang tidak ikut merayakan natal, tapi aku akan kembali
ikut merasakan suasana yang sama seperti dahulu. Saat natal kita bersama,
tertawa dan berpelukan. Bergabung dengan keluarga besarmu. Begitu bahagia
berada di antara kebahagiaan keluarga besarmu itu.
Bulan depan adalah bulan Desember, tapi suasana natal sudah
mulai terasa. Maukah kamu tahu apa yang membuatku merasakan damai itu semakin
dekat kedatangannya?
Hujan.
Iya, hujan telah datang lebih awal. Aku kembali mencium
harum tanah basah karena hujan. Bukankah ini juga kesukaan kita sewaktu dulu?
Sewaktu pertama kali kita mengikat janji untuk bersama selamanya? Bukankah kamu
yang memberitahuku bahwa tanah basah itu adalah kesukaanmu? Tahukah kamu setiap
aku mencium tanah basah aku selalu mengingatmu?
Ah, damai itu akan terus bersama kita. Bukankah begitu?
Sudah berapa detik yang sudah kita lewati? Sudah berapa kali kesalah pahaman
yang pernah terjadi diantara kita? Sudah berapa kali kita saling mengikatkan
kelingking kita dan saling berminta maaf? Sudah berapa kali kamu memelukku
dengan erat dan mengusap rambutku? How sweet you are.
Yes, you are my boy.
Tahukah kamu apa yang membuatku khawatir saat ini?
Kita.
Aku takut akan kita di masa depan. Aku takut di masa depan
kamu tidak mengikatkan kelingking denganku lagi, mengusap rambutku dan
menyanyikanku lagu-lagu yang membuatku semakin tenang di pelukanmu.
Semuanya terlihat baik-baik saja saat ini, tapi aku masih
takut dengan masa depan. Siapa yang tahu kalau kita berjodoh dan saling
mengucapkan sumpah sehidup semati?
Hanya Tuhan yang tahu. Hanya Tuhan yang mengatur kehidupan
kita.
Aku masih takut.
Agama. Apakah perlu kita menyalahkan agama? Agama kita
berbeda, mungkinkah kita masih bisa bersama? Akankah kita bisa mengucapkan
janji sehidup semati nanti?
Ah, aku masih takut terlalu jauh memikirkan tentang ini.
Tapi, pertanyaan ini masih terus berputar di kepalaku.
Ataukah kita harus mengalah pada keadaan ini?
Akut takut. Takut dan selalu bertanya dalam hati ketika aku
bersamamu. Kamu sibuk bercerita yang selalu membuatku tertawa mendengarnya.
Tapi, aku kadang sedang berpikir saat itu, “masihkah kita bersama nanti?
Masihkah kamu membuatku tertawa seperti sekarang ini? Masihkah.. masihkah..”
Kamu selalu mengatakan bahwa kamu dan aku akan berjuang
untuk hari esok. Impian, cita-cita dan KITA. Kamu sadar keadaan ini, kamu tentu
merisaukan ini. Aku tahu itu, sayang.
“aku untuk kamu, kamu
untuk aku. Namun semua apa mungkin, iman kita yang berbeda? Tuhan memang satu,
kita yang tak sama. Haruskah aku lantas pergi meski cinta takkan bisa pergi.”
Sepenggal lirik lagu Marcell berjudul Peri Cintaku itu
membuatku semakin bertanya-tanya. Ah, aku kembali takut dengan keadaan ini.
Iya, maafkan aku yang kembali merisaukan ini. Harusnya aku segera berhenti dan
berpikir positif tentang kita. Aku tahu kamu telah lelah menenangkanku, telah
lelah menyuruhku berhenti berpikir ini, telah lelah menyuruhku berhenti disini.
Mengakhiri hubungan kita.
Tapi, aku masih mencoba bertahan dan berjuang untuk Kita.
Masih maukah kamu berjuang untuk kita? Aku masih yakin kepada Tuhan yang
mengatur segalanya.
Berhenti. Berhenti untuk menyuruhku berhenti dan mengakhiri
hubungan ini. Berhenti berusaha tegar dan terlihat baik-baik saja. Aku masih
yakin kamu bisa, aku yakin kita masih bisa.
Bukankah begitu yang kamu bilang?
Dan disini, aku mencoba berhenti bertanya dan kembali
mengambil hikmah positif dari masalah kita yang berbeda agama. Kita semakin
saling yakin dan percaya dalam keajaiban.
Tuhan mungkin sedang mempersiapkan cerita indah untuk kita.
Aku masih percaya itu. Aku percaya kamu juga memikirkan hal yang sama.
Ah, sekarang kamu berada disampingku. Bangku kanan. Aku
menyenderkan kepala dibahumu lagi, kamu bernyanyi dan mengusap rambutku
sesekali. Kita sama-sama tersenyum.
Tuhan, betapa beruntungnya aku memiliki lelaki seperti dia.
Kado terindah untukku saat ini, dan mungkin kado terindahnya di saat natal
nanti.
Merasakan kembali damai bersamanya. Ah, aku makin
mencintainya. Sekali lagi, terimakasih Tuhan.
Selamat menantikan natal. Kedamaian akan selalu bersamamu.
Bersama kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar