Senin, 08 Juli 2013

kosong.


“Rindu Mario rindu Mario rindu Mario rindu Mari—“ Oh! Tuhan jangan lagi.
Apa yang baru saja aku gumamkan? ‘dia’ lagi? Oh, Tuhan jangan lagi.
Maafkan aku.
Untuk apa aku menggumamkan namanya lagi? Untuk apa? Dia yang melepaskan aku begitu saja, yang juga berkata, dia meninggalkan aku bukan karena perempuan lain. Tetapi esoknya, aku menemukan dia telah mempunyai hubungan baru dengan perempuan lain. Harusnya aku tak sudi lagi menyebut namanya. Ah, sialan!
“Ken! Are you okay?” Novi, mengguncangkan badanku yang menatap tanpa berkedip ke arah lapangan.
oh, yes. I’m okay, Nov. Sorry.” Aku terbangun dari lamunan yang jika dilanjutkan, mungkin menjadi bumerang bagi pikiranku sendiri.
“yaudah, aku beliin kamu minuman dulu ya? Tunggu sebentar.” Novi berjalan menuju ke arah kantin, meninggalkanku duduk menyendiri menghadap lapangan yang kosong. Pertandingan futsal telah usai sepertinya.
Gusti Pangeran, kenapa lagi aku memikirkan dia? Apa mungkin karena rinduku sudah tak terbendung lagi, sehingga ia meloncat dan tak tahu diri?
Aku menatap lapangan lagi. Menyendiri di sini sebenarnya bukan pilihan terbaik. Menyendiri di kamar adalah yang terbaik. Ah, kenapa semakin melantur? Aku bukan penyendiri!
Novi datang memberiku air mineral. Dia juga membawa keripik singkong sebagai camilan.
apa ada ya, kata lain selain kata rindu? Aku bosan menggunakan kata rindu. Rindu, kangen, apa ada kata lain? Sungguh, aku bukan sedang rindu. Tapi lebih dari kata membosankan ini!
“Nov, kamu pernah nggak sih merasakan rindu?” aku bertanya tetapi arah mataku tetap kosong menatap lapangan yang kosong. Hanya terlihat dedaunan kering yang sudah waktunya untuk jatuh ke tanah.
“pernah. Semua orang pernah merasakan rindu. Jatuh cinta itu sepaket dengan rindu.”
“tapi aku tidak sedang jatuh cinta. Aku sedang merasakan jatuh. Jatuh cinta itu sakit. Sakit menahan rindu. Aku bahkan jijik menyebut kata rindu.”
“masih memikirkan dia?” novi melahap keripik singkong yang sedari tadi tak aku sentuh sedikit pun.
“bukankah aku mengatakan aku tidak sedang jatuh cinta? Itu berarti aku masih mencintai yang lalu. Aku sudah pernah merasakan jatuh cinta. Sekarang aku jatuh, sendirian.”
“yang lalu biarkan berlalu, Ken. Dia mungkin sudah bahagia. Tuhan mungkin sayang kepadamu, maka dari itu dia membuatmu terlepas dari lelaki brengsek itu.”
“rindu--brengsek! Hahaha.” Aku kembali menatap lapangan kosong.
Rindu brengsek? Benar juga. Apa aku harus mengganti kata rindu dengan brengsek saja? Aku brengsek mario? Hahaha, tidak nyambung. Ah, tak apalah. Aku sudah bosan dengan kata rindu.
“apa kamu mau mengajariku berpindah hati? Melupakan kata rindu, maksud aku, brengsek?”
“mari kita coba, Ken. Berdoalah.” Novi tersenyum menatapku. Aku menyebutnya sahabat sejak pertama kali menginjak sekolah menengah atas ini.
hey, keripik singkong untukku mana? Kok habis?
@nickendewii

Tidak ada komentar:

Posting Komentar