Senin, 08 Juli 2013

MIWF 2013--day2


Keesokan harinya saya mengatur janji dengan Kak Za, saya ingin melihat pembacaan dan musikalisasi puisi di rotterdam di saat malam. Dan malam ini saya akan mendengarkan puisi dari Sapardi Djoko Damono dan Joko Pinurbo. Saya janjian dengan kak Za di saat sore sudah ada disana.
Saya duluan sampai di Rotterdam. Saya duduk di atas motor saya yang saya parkir di depan rotterdam. Masih menggunakan jacket sekolah, juga memakai headset. Saya melihat penulis yang baru saja datang, kak Maman. Saya mau menyapa tapi malu. Saya urungkan. Dan tidak lama, kak Bara keluar dari pintu rotterdam ditemani beberapa orang. Saya deg-degan. Malu mau menyapa. Padahal ingin minta ttd, tapi nanti saja, pikirku. Tak lama ada dua orang perempuan menahannya dan meminta foto lalu mereka meminta ttd. Saya tanpa basa-basi turun dari motor dan meminta ttdnya. Kak Bara, tidak sadar. Dia tidak melihatku, dia membuka percakapan tanpa melihatku, “siapa namanya?”
“nicken, kak bara.”
“oh, yang kemarin itu ya?” kak bara tertawa dan langsung memberiku tanda tangannya.
“hahaha. Iya, kak. Kak Bara masih ingat ternyata.”
“hahaha. Iya dong!”
“hahaha. Asik!” dia memberi buku kata hati yang sudah di beri tanda tangan olehnya. Saya sempat bertanya apa dia kembali ke sini. Katanya, dia mau ke radio dulu. Dan kedua perempuan itu mencium tangannya. Dan saya reflek ikutan.”saya merasa orang tua, kalau dicium tangannya. Hahaha.” Dan kemudian dia bergabung dengan teman penulisnya yang lain. Saya masih menunggu kak Za di atas motorku. Kedua perempuan tadi, ada di samping saya. Dia bertanya apa kak Bara kembali? Mungkin mereka pikir saya akrab dengannya. Hahaha. Akrab sama penulis keren? Saya jadi besar kepala. Hahaha
.
Kak Za tiba, dan saya langsung menghampirinya. Hari baru saja mulai gelap, sedangkan acara malam ini belum di mulai. Kami memutuskan duduk sambil bercerita. Lalu karena mungkin mulai bosan menunggu kami berjalan menuju stand buku lagi. Niat membeli buku makin galau. Akhirnya saya memutuskan membeli buku “Kukila” dan kak Za membeli buku pak Sapardi, saya lupa judul bukunya apa. Dia sempat kecewa tidak bisa membeli buku kak Aan Mansyur yang sebelum “kukila”, saya lupa juga apa judulnya.
Kami duduk di depan stand buku dan disamping kamu beberapa volunter sedang makan dan tertawa bersama. Ah, saya ingin ikut. Pasti ramai dan asik. Menjadi volunter yang juga hobi mereka, berhubungan dengan buku dan penulis. Siapa yang tidak mau? Hahaha.
Saya melihat buku kukila. Membukanya. Kak Za langsung berkata, buku kukila ini bagus, apalagi bagian pertamanya. Saya penasaran. Tapi, nanti saja di rumah di bacanya. Tak berapa lama, kak Aan lewat depan kami. Saya langsung, deg. Saya sempat bercanda dengan kak Za “kalau sampai saya tidak dapat tanda tangannya kak Aan, saya bakal bunuh diri di depan rotterdam. Hahaha!”
Waktu menunjukkan pukul 8 malam. Acara sudah di mulai. Ada musikalisasi puisi. Puisi pak Sapardi dinyanyikan. Dan demi apa pun, saya takjub dengan puisinya. Musikalisasinya juga. Sumpah. Menurutku, orang yang datang ke sana pasti tidak kecewa. Saya menikmati malam itu.
Saya melihat kak Bara duduk di depan dan sibuk memotret panggung yang diisi dengan orang yang membawa musikalisasi. Ehem.
Lalu, giliran pak Sapardi maju ke atas panggung. Saya lupa dengan laki-laki di sampingnya. Dia tinggi dan mempunya brewok. ‘lelaki’ itu sempat mengatakan jika Pak Sapardi sedang sakit, makanya dia yang akan membacakan puisinya Pak Sapardi. Dan sebelum dibacakan puisi Pak Sapardi sempat berkata, jika dia bukannya sedang sakit. Sontak semua tertawa. Lalu dia juga berkata, kalau dia adalah seorang pemubuat puisi, bukan pembaca puisi. Semua orang tertawa. Saya dan Kak Za sempat kecewa, karena kami penasaran dengan Pak Sapardi jikalau dia membacakan puisinya.
Lalu setelah selesai. Berganti dengan Joko Pinurbo. Whoa! Saya dulu tidak tahu JokPin itu bagaimana. Tapi saya mem-follow twitternya. Dia maju ke panggung dan tanpa di duga dia seperti membuat malam ini tidak tegang. Sempat tertawa karena leluconnya. Sempat juga dia berkata, “membuat puisi itu gampang, kelihatannya.” Sontak semua tertawa lagi. Puisinya juga sumpah demi apa pun keren dan berbeda. Ya, kalau penasaran, beli bukunya saja ya. Hahaha. Malam itu saya senang sekali berada di sana.
Tak sampai selesai, kami memutuskan pulang. Saya tidak bisa sampai selesai acara. Ya, namanya juga anak perempuan. Kami keluar dan ditemani kak Faisal, teman Kak Za. Dia anak sastra Indonesia Universitas Hasanuddin. Sempat dia juga mengomentari cara bicaraku, “bahasanya logat. Sudah cocok jadi mc ini. Hahaha.” Saya tertawa lalu membalas, “saya orang jawa, kak. Makanya agak logat.” Kami berbicara sambil menunggu Kak Bara yang sepertinya mau keluar. Dia meladeni foto bareng dengan followersnya. Saya ingin minta foto lagi. Tapi malu. Saya pikir nanti dia bosan, ketemu saya lagi, saya lagi. Hahaha.
Malam itu, Rotterdam, sungguh indah sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar